8 Ulama Besar Deklarasi
JOMBANG – Belakangan ini banyak ulama dinilai telah melenceng dari peran sebenarnya. Hal tersebut disinyalir menjadi pemicu timbulnya perpecahan diantara umat. Dilain sisi, para ulama, termasuk juga ulama NU secara nyata mulai gemar melibatkan dirinya berpolitik praktis.
Sinyalemen pedas tersebut mengemuka setelah delapan ulama besar se-Indonesia berkumpul dalam sebuah pertemuan tertutup di Pondok Pesantren (ponpes) Tebuireng, Cukir Diwek Jombang, kemarin. Mereka menyatakan penolakan dengan sebuah deklarasi yang ditandatangani bersama di kediaman pengurus Ponpes Tebuireng, Salahuddin Wahid.
Dalam deklarasi yang mengemas empat butir sikap tersebut menyerukan agar para ulama kembali memerankan
posisinya sebagai transfer ilmu ajaran agama. Kecenderungan kian menjauhnya ulama terhadap tugas sentralnya itu menyebabkan munculnya berbagai ajaran yang dikatagorikan sesat.
Disamping itu, pertemuan yang berlangsung sore hari tersebut juga menyinggung kurangnya komunikasi dan silaturrahim diantara masing-masing ulama dalam menyikapi berbagai persoalan. Akibatnya, penegakan ajaran Islam sesuai yang disyariatkan tidak berkembang secara mendalam di kalangan umat.
Dihadapan wartawan, Salahuddin Wahid selaku tuan rumah membenarkan empat butir kesepakatan yang disebut ‘Deklarasi Tebuireng 1429 H’ berisi keprihatinan para ulama terhadap fenomena tersebut. Gus Solah, panggilan akrab adik kandung Gus Dur itu mengungkapkan, empat poin isi deklarasi tersebut mengajak para ulama untuk kembali ke khittah perjuangan ulama salaf.
“Selain itu, mereka juga kita ajak untuk membentengi umat dari pengaruh liberalisme, pluralisme dan sekularisme dalam agama,” terang Gus Solah.
Ia juga membeberkan tentang maraknya ajaran serta aliran diluar ahlis sunnah wal jamaah. Diuraikannya, deklarasi tersebut juga mengajak ulama untuk tetap melakukan koordniasi dan komunikasi yang terus menerus.
“Dan yang terpenting adalah ketegasan untuk para ulama kembali berperan memberikan contoh dan mengajak umat supaya bersungguh-sungguh menjalankan ajaran Islam dan syariatnya,” tandasnya.
Lebih jauh, pengasuh Ponpes Tebuireng ini mengatakan, banyaknya aliran Islam yang melenceng dari ajaran yang semestinya itu akibat semakin dekatnya umat dengan pluralisme, liberalisme dan sekularisme agama. Kondisi ini, kata Gus Solah, perlu menjadi perhatian khusus bagi para ulama.
“Ulama itu
Dikatakannya lagi, upaya mengumpulkan para ulama besar itu juga dilandasi dengan kondisi NU yang akhir-akhir ini memudar dari tujuan awal didirikan. Kerap kali kelompok-kelompok di tubuh ormas Islam terbesar di
“Karena ulama NU mulai terpecah dan tokoh-tokohnya terjebak dalam politik praktis,” kritiknya. “Seharusnya ulama menjadi penengah atau istilahnya wasit, bukan malah ikut jadi pemain,” sambung KH. Guffron, pengasuh Ponpes Al Huda,
Penandatanganan kesepakatan yang dikemas Haul Masyayikh Salafus Sholih bertema ‘Mengembalikan Peran Ulama sebagai Warosatul Anbiya’ dan Surujul Ummah’ tersebut juga dihadiri ulama dari Yaman, Al Habib Umar bin Muhammad bin Hafidz, yang sempat berorasi dan memberikan khutbah berbahasa Arab dihadapan ribuan santri dan ulama.
Sementara, delapan ulama besar yang ikut menandatangani deklarasi diantaranya KH. Salahuddin Wahid, KH. Ihya Ulumuddin, KH. Mahfudz Syaubari, H. Mohammad Mudatstsir Badruddin, KH. Saiful Islam, KH. An'im F. Mahrus, Umar Saifulloh Syamsul Huda dan H. Muhammad Sholeh Qosim. abd
Bookmark this post: |
0 komentar:
[+/-]Click to Show or Hide Old Comments[+/-]Show or Hide Comments
Posting Komentar
Komentar Anda ?