WAHID HASYIM – Tidak kurang dari seratus massa mahasiswa, Jum'at (02/5) kemarin berunjukrasa. Aksi gabungan dari 4 elemen mahasiswa dari PC PMII Jombang, BEM STKIP, BEM STAI Bahrul Ulum dan BEM IKAHA Jombang tersebut menyuarakan isu tentang lemahnya perhatian pemerintah terhadap dunia pendidikan. Tidak hanya itu, Front Mahasiswa Nasional (FMN) juga menyampaikan aspirasinya terhadap penolakan Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP) yang digagas pemerintah sejak tahun 2007 lalu.
Aksi yang sempat merepotkan petugas dari kepolisian tersebut juga menyatakan, penolakan terhadap sistem pendidikan nasional dan minimnya realisasi anggaran pendidikan sebesar 20 %. Dengan mengusung sepanduk besar dan bendera kebesaran, para pengunjukrasa pun berjalan mendatangi gedung DPRD Kabupaten Jombang.
Menariknya, demonstrasi memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tersebut terjadi dalam dua gelombang besar. Silih bergantinya para pendemonstran tersebut diawali kedatangan massa dari 4 aliansi yang berjalan dari bunderan Ringin Contong menuju gedung dewan. Selain berorasi, mereka juga menggelar teatrikal dan sempat membuat aksi lakban menutup mulut masing-masing pendemo.
Selang beberapa jam kemudian, massa FMN yang tak kalah besarnya dengan 4 aliansi yang datang sebelumnya itu terus merangsek memasuki kantor DPRD kabupaten Jombang. Tak pelak, aksi mahasiswa dengan berbagai atribut kebesarannya itu pun membuat riuh gedung wakil rakyat.
Kedatangan para mahasiswa tersebut dengan lantang menyuarakan keprihatinan terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Kebanyakan, orasi yang mereka sampaikan terkait dengan sikap pemerintah yang dinilai kurang memberikan porsi lebih kepada dunia pendidikan.
Mereka menyebut, pemerintah hanya umbar janji dengan kenyataan anggaran pendidikan yang dikucurkan masih menyentuh angka 11,8 % dari 20 % dana APBN yang dianggarkan. Dengan mengusung bermacam poster dan spanduk kecaman kepada rezim pemerintah saat ini, para pengunjukrasa menuntut agar pemerintah tidak menjadikan pendidikan sebagai komoditas politik.
“Seharusnya kalau memang SBY-Kalla peduli dan berniat baik memajukan pendidikan, tentunya anggaran sudah sampai pada hitungan 14 %. Tapi kenyataannya, anggaran pendidikan baru sampai pada angka 11,8 %,” teriak seorang mahasiswa dari FMN dalam orasinya.
FMN juga mendesak agar pemerintah mencabut kembali Rancangan Undang Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP) yang digagas sejak tahun 2007 lalu. Menurut mereka, RUU BHP akan membatasi ruang gerak pendidikan dengan mekanisme pengelolaan perusahaan.
“Sebab, secara otomatis lembaga pendidikan yang di BHP akan menjadi perusahaan yang dengan semaunya menaikkan harga SPP dan bermacam-macam sumbangan. Padahal, seharusnya pendidikan menjadi tanggungjawab negara. Apalagi janji SBY-Kalla tentang sekolah 9 tahun gratis hanya bualan belaka,” kecam Budi, Korlap Aksi FMN.
Sementara aksi yang dilakukan oleh 4 aliansi gabungan juga menyatakan sikap yang tak jauh beda dengan FMN. Mereka menuntut agar pemerintah tidak mempolitisir dunia pendidikan dan kembali meninjau ulang sistem pendidikan nasional.
“Kita juga menyatakan sikap agar Dewan Pendidikan dibubarkan dan menolak pelaksanaan Ujian Akhir Nasional,” orasi salah seorang dari pengunjukrasa aliansi PC PMII Jombang bersama BEM STKIP, BEM STAI BU Tambak Beras dan BEM IKAHA Tebuireng Jombang. abd
Bookmark this post: | ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
0 komentar:
[+/-]Click to Show or Hide Old Comments[+/-]Show or Hide Comments
Posting Komentar
Komentar Anda ?