JOMBANG – Program Gerakan Reboisasi Lahan (Gerhan) yang selama ini berjalan di Kabupaten Jombang diduga menyalahi aturan alias fiktif. Program yang didanai oleh APBN tersebut ternyata tidak sesuai dengan harapan warga yang wilayahnya mendapatkan program tersebut.
Menurut Kepala Desa Banjardowo, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Hari, proyek berskala nasional untuk penghijauan itu ternyata hanya sebatas jargon saja. Diakuinya, program yang melibatkan unsur warga di wilayahnya tersebut pada kenyataanya adalah proyek akal-akalan. Kepala Desa Banjardowo juga menerangkan, proyek Gerhan tahun 2003-2004 yang dialokasikan seluas 25 hektar, tahun 2005-2006, 50 hektar dan tahun 2006-2007 dengan areal 75 hektar.
“Itu hanya akal-akalan saja. Masak proyek bernilai milyaran itu tidak ada bentuknya,” kata Hari dengan nada gusar.
Parahnya lagi, kata Hari, program yang telah berjalan bertahun-tahun itu uangnya hanya dipakai 'bancaan' oleh para pejabat daerah. Anehnya, anggaran berjumlah besar tersebut juga digunakan oleh para pejabat untuk memperkaya diri.
“Saya contohkan, duit gerhan yang milyaran itu sampai dipakai untuk naik haji oleh oknum pejabat,” ungkapnya ketus.
Hari yang ditemui koran ini kemarin juga menuturkan, bahwa program Gerhan yang dikelola Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Jombang tersebut merupakan proyek siluman. Dikatakannya, Gerhan yang seharusnya diperuntukkan bagi kesejahteraan dan pemberdayaan petani ternyata hanya bualan saja.
“Masak petaninya nggak sejahtera malah jadi konflik berkepanjangan diantara petani,” terangnya.
Pernyataann keras Kades Banjardowo itu rupanya bukan tanpa alasan. Buktinya hal itu diperkuat dengan penuturan Kepala Dusun (Kasun) desa setempat, Romadhon. Diungkapkan oleh Romadhon bahwa bibit yang seharusnya diberikan gratis oleh instansi terkait, kenyataannya tidak terbukti. Malah, katanya, ia harus membeli bibit yang sedianya cuma-cuma itu di luar program Gerhan.
“Anehnya kan dari situ. Kita malah beli diluar. Saya kan Kasun, masak mau menanam saja harus beli bibit perbatangnya Rp 1000,” ungkapnya terang-terangan.
Dengan muka merah padam, Romadhon menjelaskan, dirinya terpaksa mengeluarkan biaya pembelian bibit yang terhitung tidak kecil jumlahnya. Diterangkannya, ongkos yang dikeluarkan untuk luasan lahan yang dimilikinya sebesar Rp 120 ribu.
“Karena saya butuh 120 bibit untuk luas lahan yang saya punya. Itu beli semua Mas,” akunya geram.
Menanggapi hal ini, Ketua Kelompok Petani Gerhan di desa setempat, Tamaji membantah, bahwa keterangan yang disampaikan oleh Kades maupun Kasun Desa Banjardowo tidak benar. Ia mengatakan, dirinya siap untuk dilakukan pengecekan tentang kebenaran proyek yang dituding fiktif tersebut.
“Silakan cek saja kalau memang itu dikatakan fiktif. Ini program pemerintah dan benar-benar untuk masyarakat desa,” jelasnya.
Lebih lanjut Tamaji juga menyayangkan, pernyataan Kasun yang menyebut bahwa proyek Gerhan tersebut akal-akalan. Tamaji mengatakan, sangat tidak mungkin jika Kasun tidak mengerti tentang program penanaman Gerhan. Pasalnya, kata Tamaji, Kasun ikut serta dalam penanaman dan pengukuran lahan.
“Dia (kasun, red) malah ikut mengukur luasan lahan, ini saya punya fotonya. Buktinya ada dan seharusnya Kasun mengerti tidak perlu ngomong kayak gitu,” kelitnya.
Ketika hal ini akan dikonfirmasikan kepada Kepala Dishutbun setempat, Tjahyo Widodo terkesan menghindar. Melalui pembantu rumah tangganya, dikatakan, bahwa Tjahyo sedang beristirahat. Ia menyarankan, agar menemui lagi selepas maghrib.
“Maaf Mas, Bapak sedang keluar,” ucapnya agak ragu meski sekilas tampak Tjahyo di rumahnya. mp1
Bookmark this post: | ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
0 komentar:
[+/-]Click to Show or Hide Old Comments[+/-]Show or Hide Comments
Posting Komentar
Komentar Anda ?