JOMBANG – Anjloknya harga gabah yang sempat mendera tiga kecamatan, Megaluh, Tembelang dan Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang tak mendapat perhatian serius dari beberapa instansi dan lembaga terkait. Tak pelak, hearing yang sempat dilakukan beberapa waktu lalu antara Bulog, elemen masyarakat dan Komisi B DPRD setempat, berakhir tanpa titik temu.
Respon yang didapat dalam pertemuan di ruang rapat Komisi B tersebut hanya menghasilkan jawaban yang sifatnya hanya menyejukkan tanpa adanya solusi konkret dari permasalah di tingkat petani tersebut. Harga jual gabah yang turun drastis tersebut sangat berbeda jauh dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang sudah ditetapkan.
Berdasar HPP tahun 2007, harga Gabah Kering Panen (GKP) ditingkat petani dengan kadar air 25 % dan kadar hampa 10 % dihargai Rp 2.000/kg per kg dan Rp 2.035/kg di penggilingan. Harga Gabah Kering Giling (GKG) di penggilingan dengan kadar air 14 % dan kadar hampa 3 % harganya Rp 2.575/kg dan Rp 2.600/kg adalah harga di gudang Bulog.
Mengomentari hal ini, Ketua Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LP2NU), M. Subhan menyebut, anjloknya harga jual gabah di bawah ketentuan pemerintah pada awal musim panen ini harus disikapi secara cepat oleh pemerintah. Menurutnya, reaksi cepat yang dilakukan pemerintah akan dapat menolong petani untuk bisa mendapatkan harga jual gabah secara layak.
"Bayangkan saja, anjloknya harga gabah saat ini sudah mencapai seribu tujuh ratus dan seribu delapan ratus rupiah, bahkan ada yang harganya hanya seribu tiga ratus, ini kan aneh ? Harus disikapi betul-betul agar petani bisa menikmati harga yang layak dan tidak dibawah HPP," jelasnya kemarin.
Subhan yang ketika itu mengikuti pertemuan dengan Komisi B DPRD Kabupaten Jombang, Bulog Divisi Regional Surabaya, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan (Dispertan) dan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) setempat menilai, kinerja Badan Urusan Logistik (Bulog) kurang maksimal.
”Ini akibat lemahnya sinergitas dengan lembaga terkait. Di Inpres nomor 03/2007, tentang HPP kan sudah diamanatkan agar ada pengamanan harga, dan instrumennya adalah Bulog ! Saat ini, Bulog tidak efektif melakukan intervensi pasar,” sesal alumni Politeknik Pertanian Universitas Negeri Jember ini blak-blakan.
Sementara, Kepala Bulog Divisi Regional Surabaya, Abdul Syakur, saat dikonfirmasi harian ini usai hearing mengelak, bahwa pemerintah setempat seharusnya lebih serius mengamankan harga jual gabah di petani sesuai HPP. Ia berharap, harga gabah tidak dibeli di bawah standar HPP.
“Tapi itu tidak akan terwujud kalau tidak ada dukungan dan keseriusan pemerintah daerah. Nah, sekarang kita sedang turunkan satuan tugas pengamanan harga ke beberapa daerah. Karerna, kita tidak menginginkan harga gabah petani di bawah HPP,” urainya.
Terpisah, Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Sadarestuwati mengatakan, anjloknya harga gabah di bawah ketentuan pemerintah itu disebabkan oleh ketidakmampuan petani menghasilkan padi berkualitas. Ia menyebut, dibanding daerah lain di Jawa Timur, kualitas padi dari Kabupaten Jombang sangat memprihatinkan.
“Harga seribu delapan ratus itu sudah paling tinggi, karena gabah saat ini lebih buruk daripada tahun-tahun sebelimnya, harga segitu sudah bagus,” ungkap Sadarestuwati yang juga mengikuti hearing dengan dewan. “Bukan saya menyalahkan petani tapi memang jika dibanding daerah lain, gabah Jombang mutunya jelek,” sambungnya.
Perempuan yang akrab disapa Estu ini menambahkan, rendahnya kualitas gabah petani Jombang itu dikarenakan ketidakmampuan petani mengelola lahan dan lemahnya cara bercocok tanam. Apalagi, menurutnya, perbedaan kemampuan para petani sangat tidak sepadan dengan metode tanam petani masa lalu.
“Beda lho, petani sekarang dengan petani jaman dulu,” katanya enteng. dee
Bookmark this post: | ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() ![]() |
0 komentar:
[+/-]Click to Show or Hide Old Comments[+/-]Show or Hide Comments
Posting Komentar
Komentar Anda ?